Sen. Okt 7th, 2024

HARI SANTRI, TANAMKAN JIWA KESADARAN SEJATI

By Pengurus Pesantren Okt22,2017
Hari Santri Nasional

Oleh : Idris Ahmadi*

            Pondok Pesantren merupakan lembaga tertua di Indonesia yang terfokus pada Tafaqquh Fiddin, disamping itu, Pesantren juga merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mampu bertahan  ditengah arus globalisasi dan modernisasi tanpa mengurangi stabilitasnya dalam mencerdaskan santrinya sebagai anak bangsa, baik cerdas secara Intelektual lebih-lebih cerdas secara Spiritual. Pada saat ini pesantren merupakan tempat yang tepat dan relevan bagi remaja muslim khususnya untuk berproses menggali khazanah keislaman original seperti yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW serta membentengi rohaniyahnya untuk selalu meningkatkan Taqorrub Ilallah.

            Dilihat dari fungsinya, pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pengkaderan memiliki tujuan untuk mempersiapkan kader yang akan berkiprah dalam membangun masyarakat menuju kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara, serta dituntut untuk membekali santri-santrinya dengan IMTAQ dan IPTEK. Fungsi tersebut harus diupayakan secara sistematis dan efektif sesuai dengan dengan tujuan pesantren secara umum, sehingga pada akhirnya nanti pesantren dapat melahirkan output yang benar-benar berkualitas dan mampu menjadi agen perubahan serta pembenahan terhadap tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik seperti yang telah digambarkan dalam ayat Al-Qur’an dibawah ini.

بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُوْر

            “Negara yang baik (Bersih) dan mendapat pengampunan Tuhan”

            Tatanan Negara seperti itulah yang diharapkan pada saat ini, salah satu yang menjadi ujung tombaknya adalah santri yang diharapkan mampu berkiprah dan menyalurkan aspirasinya untuk merubah tatanan kehidupan yang kurang sehat, seorang santri nantinya harus benar-benar mempunyai kontribusi penuh terhadap Bangsa dan Negara sebagai sikap timbal balik mereka terhadap Negara karena telah mengakui secara resmi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional atas usulan Internal Kabinet dan pihak Eksternal terkait lainnya.

            Untuk mewujudkan hal di atas, penulis akan mencoba menguraikan panca kesadaran santri yang nantinya bisa dijadikan pegangan bagi mereka untuk mewujudkan kontribusi yang diharapkan oleh bangsa.

  1. Kesadaran Beragama

Agama merupakan suatu ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. yang diutus sebagai pedoman bagi manusia dalam menjalankan hidup, didalam agama terdapat  tiga pokok esensial yang mendasar didalamnya, yaitu Pertama I’tiqodiyah (kepercayaan terhadap tuhan), Kedua Amaliyah (berupa perbuatan sehari hari) dan Ketiga Khuluqiyah (sikap, etika, akhlak dan karakter yang harus dimiliki manusia). Ketiga pokok di atas merupakan hal yang urgen sebagai landasan dalam beragama.

            Pelaksanaan ajaran agama, baik dalam hokum, aqidah serta akhlaq merupakan bentuk pengabdian kita kepada Allah SWT. ibadah adalah tugas dan kewajiban manusia sebagai hambaNya, ibadah adalah ketundukan dalam bentuk ketaatan dan kepasrahan menerima terhadap segala pemberian Allah kepada kita. Ibadah bukanlah keperluan tuhan melainkan kebutuhan kita setiap individu untuk meraih pahala dan mendapat Ridho-Nya, al-Quran telah menjelaskan hal diatas dalam sebuah ayat yang berbunyi.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ  وَ الْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُونَ (الذاريات 56)

“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah kepadaKu”

  1. Zaini Mun’im (Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid) menekankan pelaksanaan ibadah pada Furudhul ‘Ainiyah karena beliau melihat realita umat islam saat ini yang jarang melaksanakan Furudhul ‘Ainiyah bahkan lebih sering mengerjakan dosa kecil, sehingga beliau menekankan hal tersebut dalam beribadah.

            Dengan begitu, santri sebagai hamba Allah yang memiliki tugas dua dimensi dalam kehidupan yaitu sebagai penyembah dan menjadi pemimpin agar supaya tidak terjerumus dalam lembah hedonisme dunia, kita harus bisa mengendalikan diri serta mengorganisir spiritual kita agar selamat dari dosa yang membawa kita pada neraka.

  1. Kesadaran Berilmu

مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَ فَعَلَيْهِ بِالعِلْمِ, وَمَنْ اَرَادَلاَخِيرَةَ فَعَلَيْهِ بِالعِلْمِ,وَمَنْ اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالعِلْمِ

      “Barang siapa yang yang menginginkan (Kesuksesan) Dunia, maka ialah dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan (kesuksesan) Akhirat, maka ialah dengan ilmu, dan barang siapa yang yang mengharapka (kesuksesan) keduanya maka ialah dengan ilmu”

                              Untuk menjadi seorang yang sukses kita harus memiliki kecerdasan, dan untuk meraih kecerdasan kita harus mencari ilmu, sebab kesuksesan yang sebenarnya bukan hanya di dunia, melainkan sukses di dunia dan akhirat. Mencari ilmu untuk meraih kesuksesan itu berat, namun mengamalkannya lebih berat lagi, agar kita mampu mengamalkan ilmu yang diperoleh kita harus Riyadhoh dan mujahadah (Tarekat), yaitu melawan diri kita sendiri serta menahan nafsu agar kita bisa menahan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Syariat.

                              Dengan begitu, kita harus sadar betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan, dalam sebuah hadist dikatakan Segala manusia akan binasa kecuali orang yang berilmu, dan orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya, dan orang yang mengamalkan juga akan binasa kecuali orang yang ikhlas betapa hancurnya hidup jika tanpa ilmu, namun betapa pentingnya juga rasa ikhlas ketika menuntut ilmu,  salah satu faktor Allah mengangkat derajat hambanya menuju tingkatan yang lebih tinggi adalah jika ia memiliki ilmu.

  1. Kesadaran Bermasyarakat

Hidup bermasyarakat pasti akan kita jalani, selaku mahluk social yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu memerlukan bantuan dari sesama, meskipun demikian, jangan hanya menuntut untuk selalu diberi, bahkan harus lebih pada member, terlebih lagi bagi kita sebagai pengabdi harus lebih banyak memberi dari pada meminta, sebab memberi baik berupa harta atau jasa merupakan pangkat kebahagiaan.

خَيْرُ النَّاسَ اَنْفَعُهُمْ لِنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah ia yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”

                              Jadilah sebagai orang yang paling bermanfaat bagi sesama, seperti contoh pengabdi yang tulus, pasti akan bahagia karena telah membahagiakan orang lain, dalam pengabdian terhadap masyarakat, kita harus tulus dan ikhlas, jangan hanya mengharap pemberian imbalan dengan niat duniawi,kekayaan ada pada hati, jika sudah kaya maka dia akan selalu memberi, baik harta, tenaga dan fikiran, sehingga yang harus kita lakukan adalah menjadi mahluk sosial yang selalu  memiliki jiwa dedikasi terhadap masyarakat sekitar.

  1. Kesadaran Bernegara dan Berbangsa

Seorang yang tidak memiliki rasa cinta terdadap negaranya, maka keimanannya perlu untuk dipertanyakan, melestarikan keamanan, keadilan dan kedamaian di negara ini merupakan tugas kita selaku warganya, salah satu sebab rusaknya negara adalah oleh tangan warganya sendiri, selaras dengan dawuh yang disampaikan oleh KH. Zaini Mun’im beliau mengatakan “ Berdosa bagi orang yang tak memikirkan umat dan hanya memikirkan dirinya sendiri”

Dalam sebuah maqolah dikatakan,

     صُبَّنُ الْيَوْم رِجَالُ الْغَد   

“Pemuda hari ini adalah remaja (yang menjadi harapan) dihari esok”

Dengan itu, sebagai pemuda muslim penerus bangsa, kita harus mempersiapkan apa yang dibutuhkan oleh masa depan bangasa, ditangan kita terdapat harapan umat, dan pada langkah kita terdapat kehidupan suatu kaum, jika kita hanya berpangku tangan melihat anarkisme merajalela, maka kaum itu akan mati, sudah menjadi tugas kita untuk menjadi pelopor penumpasan radikalisme.

  1. Kesadaran Berorganisasi

Kesadaran berorganisasi adalah penguat kesadaran bermasyarakat, supaya terdapat keteraturan dalam berorganisasi, tidak mungkin jika kita menghadapi tantangan Globalisasi dan Modernisasi jika hanya secara individualis pasti memerlukan adanya organisasi, Sayyidina Ali Bin Abi Tholib Mengatkan dalam sebuah maqolah,

اَلحَقُّ بِلَا نِظَامٍ بُغْلِبُ الْبَاطِلْ بِنِظَامٍ

Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”

Menjadi pemimpin butuh modal organisasi, sebagai bekal agar ketika memimpin masyarakat khusunya khususnya bagi santri dapat menjalankannya dengan baik, terarah sesuai tujuan, sesuatu tanpa organisasi, berarti membiarkan ummat melakukan pelanggaran.

Dapat kita tarik kesimpulan, Sebagai santri haruslah memiliki peran lebih dalam beragama, berbangsa, bernegara dan bermasyarakat,  bagi mereka (santri) tidak cukup hanya melakukan perbaikan diri sendiri saja, akan tetapi harus melakukan perbaikan lingkungan sekitar kelak dimasyarakat. Tanamkanlah jiwa panca kesadaran santri tersebut sejak berada di pesantren, sehingga pengaplikasiannya nanti dilakukan dimasyarakat, sehingga buah dari hal itu kan kembali kepada diri kita sendiri.

Pada moment hari santri ini, marilah kita jadikan sebagai ajang Introspeksi kita, apakah kita sudah menanamkan jiwa kesantrian secara menyeluruh, atau masih belum sama sekali dalam mempertanggung jawabkan gelar kesntrian kita ?, semua jawabannya ada pada diri kita masing-masing.

__SELAMAT HARI SANTRI NASIONAL__

22 OKTOBER 2017

 

*) Alumni PP. Nurut Taqwa  yang

sedang menempuh Pendidikan S1 di

 Institut Agama Islam Nurul Jadid

 

Postingan terkait..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.