Penulis : Idris Ahmadi – Haafidzul Qur’an
Setelah kurang lebih 30 hari umat islam melaksanakan ritual ibadah puasa, kini tibalah saatnya untuk merayakan hari kemenangan, Hari Raya Idul Fitri, beberapa hari yang lalu, telah kita laksanakan bersama sebuah perayaan yang begitu sacral bagi kita khususnya umat islam, menyikapi perayaan hari besar tersebut tentunya sangat banyak kita temukan uforia khalayak ramai yang begitu antusias dalam menyambut hari raya tersebut baik dari kaum ibu-ibu, bapak-bapak, dan bahkan dari kaum remaja juga tidak ikut kalah dalam melakukan penyambutan.
Namun kita sadari atau tidak seberapa besar penyambutan yang telah kita persiapkan, ada satu hal yang lebih urgen dibandingkan dengan hal tersebut, yaitu kesiapan dan kesucian jiwa yang telah kita asa selama 30 hari sejak kemaren, apakah kita akan menjadi pribadi yang lebih baik setelah itu, ataukah malah menjadi pribadi yang sedikitpun tidak melakukan evaluasi diri, bahkan yang lebih ironi lagi khawatir jika nantinya malah tambah menjadi orang yang amburadul dan tidak memiliki tujuan hidup selanjutnya. Berbahagialah engkau yang telah memaksimalkan amal pada bulan Ramadhan, dan rugulah bagi orang yang yang telah menyia-nyiakan kehadiran bulan penuh berkah ini.
Biasanya, ketika telah sampai pada Hari Raya Idul Fitri khalayak ramai dari berbagai lapisan melakukan suatu bentuk interaksi sosial dengan saling bermaaf-maafan, sesuai dengan ajaran islam bahwa saling memaafkan merupakan amal sholeh yang keutamaannya sangat besar dan sangat dianjurkan, selaras dengan firman-NYA.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya :
“Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan perbuatan baik, serta barpisahlah dari orang-orang yang bodoh” Al-A’rof:199
Baginda Rosul SAW secara khusus menggambarkan besarnya keutamaan dan pahala sifat mudah memaafkan disisi Allah Azza Wa Jallah, dlam sebuah hadist beliau bersabda, “ Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya kepada saudaranya kecuali kemulian di dunia dan akhirat”.
Arti bertambahnya kemulian orang pemaaf di dunia adalah dengan dia dimuliakan dan diagungkan di hati manusia karena sifatnya yang mudah memaafkan orang lain, sedangkan di akhirat dengan besarnya ganjaran pahala dan keutamaan disisi Allah SWT.
Seiring dengan perkembangan tekhnologi pada abad ke-21 saat ini, ternyata interaksi saling bermaaf-maafan tidak hanya terjadi di dunia nyata saja, bahkan di dunia maya juga banyak lontaran kata-kata lebay yang ujung-ujungnya kata mohon maaf dan telah menyebar luas disana, meskipun kata-kata yang mereka gunakan hanyalah hasil copy paste dari group sebelah, mereka tetap percaya diri untuk mempublikasikannya. Menurut hemat penulis hal seperti ini tidaklah masalah jika dilakukan oleh para penduduk dumay, dan boleh-boleh saja, karena ini merupakan bentuk dari pemanfaatan media dalam hal positif, serta juga memudahkan hubungan solidaritas dengan teman dan kerabat yang jauh dari kita.
Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pengguna media social bahwa dengan adanya medsos ini bukanlah menjadi alasan kita untuk mengurangi keabsahan silaturrohmi, jika kita masih bisa menjangkau saudara kita dengan mendatangi langsung, maka alangkah lebih afdhalnya jika langsung mengunjunginya, Media social hanyalah menjadi sarana yang bisa mengefisienkan kita dengan kerabat atau kawan yang tidak memungkinkan untuk kita jangkau.
Hasil Survey membuktikan bahwa yang paling banyak menjadi pelaku penyebar kata-kata lebay pada dunia maya adalah para remaja dan kaum santri yang kebetulan saat ini masih bernostalgia di kampong mereka masing-masing.
Marilah kita gunakan moment tahunan ini dengan sebaik-baiknya, dan memaksimalkan usaha untuk menjadi insan yang lebih baik dan lebih bermartabat dari hari sebelumnya, sehingga kita tidak menjadi insane yang merugi nantinya. [I”d)