Kam. Nov 20th, 2025

Soeharto dan Marsinah dalam Satu Bingkai Kepahlawanan

Gelar Pahlawan yang baru-baru ini disematkan Presiden Prabowo kepada beberapa orang yang dianggap layak, menjadikan jagad Indonesia penuh gonjang-ganjing, terkhusus mereka yang pernah hidup di era 90-an ataupun aktif dalam pergerakan rakyat. Dari sekian pahlawan yang ada, ada dua orang yang sempat membuat saya mengernyitkan dahi, Soeharto dan Marsinah. Mengapa bisa? Ibaratnya mereka adalah Pandawa dan Kurawa ketika salah satu putra Pandawa, Yudhistira misalnya dan salah satu tokoh Kurawa, Duryudana misalnya, sama-sama dinobatkan sebagai pahlawan. Aneh, tapi ya gitulah. Namun, tulisan ini berargumen bahwa penobatan ini, terlepas dari kontroversinya, justru membuka ruang bagi pembacaan baru: bahwa Soeharto sebagai pahlawan stabilitas dan Marsinah sebagai pahlawan keadilan adalah dua kutub yang esensial dalam membentuk dialektika sejarah bangsa.

Lantas apa kriteria seseorang bisa dianggap pahlawan? Terlepas dari segala bentuk keanehan itu, teringat ucapan Gus Dur dalam salah satu acara Talk-Show, “Soeharto, meskipun dosanya banyak, jasanya juga tak kalah banyak.” Kriteria resmi pahlawan nasional, yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2009, menetapkan standar yang tinggi, mencakup integritas moral, tidak tercela, dan pengorbanan tanpa pamrih. Ucapan Gus Dur tersebut secara tidak langsung menyinggung konflik yang muncul ketika menilai kepahlawanan Soeharto: ia memenuhi banyak kriteria Khusus (perjuangan, pembangunan, karya besar), tetapi gagal dalam kriteria Umum (integritas moral, tidak tercela, dan tidak adanya tuduhan pidana berat). Sebaliknya, Marsinah, seorang buruh yang berkorban nyawa untuk hak buruh, dengan jelas memenuhi semangat pengorbanan yang bersifat luar biasa dan integritas moral tanpa pamrih, meskipun perjuangannya bukan dalam konteks “merebut kemerdekaan” tetapi dalam konteks “mengisi kemerdekaan” dengan keadilan. Inilah inti dari kontroversi bingkai kepahlawanan ganda ini.

Mengambil semangat dari ucapan mendiang Gus Dur, ada baiknya kita berupaya menempatkan Soeharto dan Marsinah dalam perspektif yang paling adil. Meskipun penolakan atas gelar kepahlawanan Soeharto muncul dari beberapa pihak, termasuk PDI-P, kontribusi yang beliau berikan terhadap Republik ini diakui memiliki dampak krusial bagi fondasi pembangunan modern. Jasa-jasa krusial Soeharto yang paling sering disebut dan berpengaruh besar pada perkembangan bangsa meliputi: Stabilitas Politik (mengakhiri kekacauan pasca-1965), Pembangunan Ekonomi (Repelita, pembangunan infrastruktur masif), dan Swasembada Pangan (pencapaian pada tahun 1984). Sementara itu, Marsinah (lahir di Nganjuk, 10 April 1969), adalah seorang buruh pabrik PT Catur Putra Surya di Sidoarjo. Pada Mei 1993, ia memimpin aksi mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah sesuai UMR dan perbaikan kondisi kerja. Perjuangan ini bukan hanya soal upah, melainkan tentang dignitas dan hak berserikat yang sangat ditekan rezim Orde Baru. Kematian tragis Marsinah pada 8 Mei 1993, seketika mengubahnya menjadi simbol abadi perlawanan terhadap eksploitasi dan ketidakadilan negara terhadap kelas pekerja. Melalui lensa ini, kita melihat: Soeharto menyediakan bingkai fisik (Pembangunan), sementara Marsinah berjuang untuk mengisi bingkai itu dengan jiwa (Keadilan). Keduanya adalah cermin sejarah yang tak terpisahkan.

Dengan menimbang jasa dan perjuangan masing-masing, kita menemukan sebuah dialektika historis yang tak terhindarkan. Soeharto, sang bapak Orde Baru, adalah Pahlawan Pembangunan yang visinya terfokus pada stabilitas (keamanan politik) sebagai prasyarat utama kemajuan ekonomi. Kepahlawanannya terletak pada kemampuan membangun infrastruktur dan menciptakan sistem yang, meskipun otoriter, berhasil mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi pasca-konflik. Namun, sistem yang sama, yang mengutamakan pertumbuhan di atas segalanya, menciptakan korban. Di sinilah Marsinah tampil, bukan sebagai penentang pembangunan itu sendiri, melainkan sebagai Pahlawan Kemanusiaan yang menuntut agar buah pembangunan dinikmati secara adil oleh kelas pekerja. Ia adalah koreksi moral terhadap sistem Soeharto. Kematian tragis Marsinah, yang secara luas dianggap sebagai konsekuensi langsung dari represivitas rezim, menjadi momen pencerahan kolektif. Ia adalah pahlawan yang lahir dari dampak negatif dari kepahlawanan Soeharto. Oleh karena itu, menempatkan keduanya dalam satu bingkai bukanlah untuk menyamakan moralitas atau dosa mereka, melainkan untuk mengakui bahwa sejarah Indonesia modern dibentuk oleh tensi antara kebutuhan akan Stabilitas (Soeharto) dan tuntutan akan Keadilan (Marsinah). Keduanya merupakan dua sisi dari mata uang sejarah yang membuat kita hari ini sadar akan harga mahal yang harus dibayar demi kemajuan bangsa.

Pada akhirnya, isu penganugerahan gelar pahlawan kepada tokoh-tokoh yang bertentangan ideologis, seperti Soeharto dan Marsinah, memaksa kita untuk merenungkan kembali arti sejati dari kepahlawanan dalam konteks Indonesia. Kepahlawanan Soeharto adalah kepahlawanan struktural dan pragmatis, yang berpusat pada penciptaan negara yang berfungsi secara material. Sedangkan kepahlawanan Marsinah adalah kepahlawanan etikal dan eksistensial, yang berpusat pada penegasan bahwa negara yang berfungsi harus pula menjunjung tinggi martabat manusia. Jika kita hanya mengakui Soeharto, kita berisiko mengabaikan keadilan; jika kita hanya mengakui Marsinah tanpa memahami konteks stabilitas yang pernah dibangun Soeharto, kita berisiko kehilangan pelajaran tentang fondasi negara. Dengan menempatkan keduanya dalam satu bingkai, kita tidak sedang mencari pembenaran atas dosa, melainkan mencari pemahaman utuh atas sejarah bangsa yang kompleks. Sejarah mengajarkan bahwa stabilitas tanpa keadilan akan melahirkan penindasan, sementara keadilan yang rapuh tanpa fondasi akan mudah runtuh. Indonesia membutuhkan ingatan atas keduanya agar dapat melangkah maju: menghargai pembangunan sambil senantiasa membela hak-hak mereka yang tertindas.

Tabik, Ibnu Husain.

By Ibnu Husain

Santri Nurut Taqwa yang hobi ini dan itu.

Postingan terkait..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses